Sunday, 16 November 2014

Peria




Peria

Peria atau pare adalah tumbuhan merambat yang berasal dari wilayah Asia Tropis, terutama daerah India bagian barat, yaitu Assam dan Burma. Aanggota suku labu-labuan atau Cucurbitaceae ini biasa dibudidayakan untuk dimanfaatkan sebagai sayuran maupun bahan pengobatan. Nama Momordica yang melekat pada nama binomialnya berarti "gigitan" yang menunjukkan pemerian tepi daunnya yang bergerigi menyerupai bekas gigitan.

Pemerian dan ekologi

Peria adalah sejenis tumbuhan merambat dengan buah yang panjang dan runcing pada ujungnya serta permukaan bergerigi. Peria tumbuh baik di dataran rendah dan dapat ditemukan tumbuh liar di tanah terlantar, tegalan, dibudidayakan, atau ditanam di pekarangan dengan dirambatkan di pagar. Tanaman ini tumbuh merambat atau memanjat dengan sulur berbentuk spiral, banyak bercabang, berbau tidak enak serta batangnya berusuk isma. Daun tunggal, bertangkai dan letaknya berseling, berbentuk bulat panjang, dengan panjang 3,5 - 8,5 cm, lebar 4 cm, berbagi menjari 5-7, pangkalnya berbentuk jantung, serta warnanya hijau tua. Bunga merupakan bunga tunggal, berkelamin dua dalam satu pohon, bertangkai panjang, mahkotanya berwarna kuning. Buahnya bulat memanjang, dengan 8-10 rusuk memanjang, berbintil-bintil tidak beraturan, panjangnya 8-30 cm, rasanya pahit, warna buah hijau, bila masak menjadi oranye yang pecah dengan tiga daun buah.

Persebaran, habitat, & perawatan

Pare banyak di daerah tropis. Tumbuh baik di dataran rendah dan dapat ditemui di tanah terlantar, tegalan, atau dibudidayakan dan ditanam di pekarangan dengan dirambatkan di pagar untuk diambil buahnya. Tanaman ini tidak perlu cahaya matahari yang terlalu banyak sehingga dapat tumbuh subur di tempat-tempat yang agak terlindung. Benih peria diambil dari buah yang sudah cukup matang. Sesudahnya, semai dalam polypot dengan ukuran 8-12 cm, isi dengan tanah yang baik. Sesudahnya, semai sebanyak 2-3 biji. Tanah harus selalu lembab, hingga tumbuh tunas. Jika daun sudah muncul sebanyak 2-4 lembar, sisakan satu dan cabut yang lainnya. Pidahkan ke tanah, dan siram dengan air yang cukup, dan tutup dengan sekam. Akan tetapi, peria yang berjenis peria gajih lebih baik ditanam di dataran rendah dengan tanah yang gembur. Biasanya ditanam di pekarangan, dan harus ada sedikit naungan agar buahnya dapat berwarna putih.
Peria gajih ditanam lewat bijinya. Saat menugal biji, sebaiknya diberi abu dapur dahulu. Sebab, menanam peria gajih tidak boleh sembarangan. Sulurnya harus dibantu merambat ke tiang rambatan. Adapun, jika sulur induk sudah berdaun lebih dari 10 lembar, gunting ujungnya agar bunga betina tidak muncul dari sulur induk. Setelah sulur dipotong, kelak akan ada muncul sulur yang baru. Jika hujan tidak juga turun, siram peria dengan teratur. Setelah bunga betina muncul, baru dilakukan pemupukan. Jangan berlebihan, sebab akan mengakibatkan sementara daun menjadi lebab, akan tetapi buahnya tetap kecil saja. Pemupukan dilakukan dua minggu sekali, dengan pupuk kimia atau organik. Kalau buahnya sudah terbentuk, harus dilapis kertas 2 rangkap untuk menghindarkan dari serangan lalat buah. Setelah 3 bulan, sudah bisa dipanen. Buah barulah bisa dipane apanila permukaan buah sudah menggembung dan berair. Tekan bagian tengah buah, apabila masih keras, tunggu hingga sudah agak kenyal. Segerakanlah memetik buah sebelum menjadi kuning, karena itu pertanda buah sudah menua. Buah yang menguning, sudah boleh diambil bijinya sebagai bibit. Apabila daun sudah menguning, cabutlah pohon peria tersebut, karena pertanda sudah tak produktif.

Kegunaan

Di negara-negara Asia Timur, seperti Jepang, Korea, dan Cina, peria dimanfaatkan untuk pengobatan, antara lain sebagai obat gangguan pencernaan, minuman penambah semangat, obat pencahar dan perangsang muntah, bahkan telah diekstrak dan dikemas dalam kapsul sebagai obat herbal/jamu. Buahnya mengandung albuminoid, karbohidrat, dan pigmen. Daunnya mengandung momordisina, momordina, carantina, resin, dan minyak. Sementara itu, akarnya mengandung asam momordial dan asam oleanolat, sedangkan bijinya mengandung saponin, alkaloid, triterprenoid, dan asam momordial. Peria juga dapat merangsang nafsu makan,menyembuhkan penyakit kuning,memperlancar pencernaan, dan sebagai obat malaria. Selain itu, peria juga mengandung beta-karotena dua kali lebih besar daripada brokoli sehingga berpotensi mampu mencegah timbulnya penyakit kanker dan mengurangi risiko terkena serangan jantung ataupun infeksi virus. Daun peria juga bermanfaat untuk menyembuhkan mencret pada bayi, membersihkan darah bagi wanita yang baru melahirkan, menurunkan demam, mengeluarkan cacing kremi, serta dapat menyembuhkan batuk.
Buahnya yang berasa pahit biasa diolah sebagai sayur, misalnya pada gado-gado, pecel, rendang, atau gulai. Di Cina peria diolah dengan tausi, tauco, daging sapi, dan cabai sehingga rasanya makin enak atau diisi dengan adonan daging dan tofu, sedangkan di Jepang peria jadi primadona makanan sehat karena diolah menjadi sup, tempura, atau asinan sayuran.
Ekstrak biji peria selain digunakan sebagai bahan obat, ternyata juga dapat digunakan sebagai pembasmi larva alami yang merugikan seperti larva Aedes aegypti yang menyebarkan penyakit demam berdarah dengue atau DBD.

Peria dan diabetes

Sejak zaman purba peria digunakan untuk merawat penderita kencing manis karena terbukti berkhasiat hipoglikemik melalui insulin nabati yang mengurangi kandungan gula dalam darah dan air kencing. Penelitian mengenai khasiat hipoglikemik ini dilakukan oleh William D.Torres pada tahun 2004 baik secara in vitro maupun in vivo. Efek peria dalam menurunkan gula darah pada hewan percobaan bekerja dengan mencegah usus menyerap gula yang dimakan Selain itu diduga peria memiliki komponen yang menyerupai sulfonylurea, yakni obat antidiabetes paling tua. Obat jenis ini menstimulasi sel beta kelenjar pankreas tubuh memproduksi insulin lebih banyak, selain meningkatkan deposit cadangan gula glikogen di hati. Momordisin, sejenis glukosida yang terkandung dalam peria juga mampu menurunkan kadar gula dalam darah dan membantu pankreas menghasilkan insulin. Efek peria dalam menurunkan gula darah pada kelinci diperkirakan juga serupa dengan mekanisme insulin.
Penemuan peria sebagai antidiabetes ini diperkuat oleh hasil penelitian ahli obat berkebangsaan Inggris, A.Raman dan C.lau pada tahun 1996 yang menyatakan bahwa sari dan serbuk kering buah peria menyebabkan pengurangan kadar glukosa dalam darahdan meningkatkan toleransi glukosa. Dalam ramuan tradisional, buah peria ditumbuk hingga menghasilkan cairan pahit atau merebus daun serta buahnya sehingga menghasilkan air yang dapat diminum secara langsung. Sebagai obat diabetes, buah peria dapat disajikan sebagai teh karena terbukti tidak memiliki efek samping terhadap sistem pencernaan sehingga tepat dikonsumsi oleh penderita yang mengalami konstipasi

Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. 5. hal.121 & 131-136. Jakarta: Puspa Swara. ISBN 978-979-1480-18-5.

No comments:

Post a Comment